Bidang pendidikan mengalami perubahan drastis ketika terjadinya pandemi Covid-19. Pandemi
Covid-19 merenggut banyak hal dan kemudian membentuk sebuah tatanan hal baru. Pandemi ini
pula bagaikan memberikan jalan baru kepada sebuah transformasi baru dalam kehidupan. Hal
tersebut pula yang menuntut kehidupan untuk berubah dalam kurun waktu yang cepat. Tuntutan
peralihan tersebut yang telah menjamah begitu luas pada sektor kehidupan, maka pendidikan pula
tak lepas dari arus tersebut. Sulitnya dalam penanganan wabah ini membuat para pemimpin di negara-negara terpaksa
menerapkan sebuah kebijakan untuk memutus mata rantai dari penyebaran Covid-19. Kebijakan
yang diterapkan berupa sosial distancing yang menjadi pilihan berat dalam penerapannya. Dengan
adanya pembatasan interaksi, Kementerian Pendidikan di Indonesia juga mengeluarkan kebijakan
yaitu dengan meliburkan sekolah dan mengganti proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tatap
muka dengan memakai sistem dalam jaringan (Daring). Pembelajaran daring merupakan sistem pembelajaran yang dilakukan tanpa tatap muka, melainkan menggunakan platform yang dapat membantu proses pembelajaran daring berlangsung. Berbagai media pembelajaran jarak jauh pun dicoba dan dipergunakan. Sarana yang dapat
digunakan sebagai media pembelajaran daring antara lain, E-learning, Zoom, Google Classroom, Google meet, Youtube, maupun media sosial WhatsApp. Sarana—sarana tersebut dapat digunakan
secara maksimal sebagai media dalam melangsungkan kegiatan pembelajaran daring. Pada tanggal 24 Maret 2020 KEMENDIKBUD mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020
Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pada Masa Darurat Penyebaran Covid, dalam surat edaran dijelaskan
bahwa proses belajar dilaksanakan di rumah melalui pembelajaran daring atau pembelajaran jarak
jauh. Penetapan proses pembelajaran secara daring dinilai sebagai salah satu cara dalam upaya
memutus penyebaran Covid-19 karena tidak terjadinya kerumunan atau kontak secara langsung, namun metode pembelajaran daring juga memiliki persoalan sendiri, seperti terkadang muncul
berbagai persoalan yang dihadapi oleh peserta didik dan pendidik seperti gangguan koneksi internet, keluhan dari siswa karena tugas yang diberikan oleh guru terlalu banyak, selain itu siswa kurang
fokus juga sebab di rumah sudah bosan karena berjam-jam duduk dan menatap layar handphone
atau komputernya. Setelah beberapa waktu akhirnya bidang pendidikan mendapatkan kabar baik, penerapan
kebijakan social distancing terbukti mampu memberikan hasil yang positif dikarenakan mampu
menekan angka penyebaran Covid-19. Menurunnya angka penyebaran Covid-19 membuat
pemerintah mengeluarkan kebijakan new normal. Beberapa daerah yang kondisinya dinilai sudah
zona hijau menyatakan siap membuka kembali pembelajaran tatap muka di sekolah. Tentu saja ini
merupakan kabar baik bagi dunia pendidikan jika pembelajaran tatap muka di sekolah kembali
diberlakukan, terlepas dari pembelajaran daring yang dinilai kurang efektif. Sejumlah daerah yang kondisinya dinilai termasuk zona hijau diperkenankan menerapkan sekolah
tatap muka. Namun untuk dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran tatap muka, pemerintah
menerapkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, seperti: pengajar dan peserta didik
melakukan vaksinasi, menerapkan protokol kesehatan, melaksanakan sistem rotasi, dan orang
tua/wali memberikan izin kepada anaknya untuk mengikuti kegiatan belajar secara tatap muka. Namun tidak lama angka kasus Covid-19 kembali meningkat di seluruh dunia. Hal ini utamanya
disebabkan oleh Omicron. Di tengah ketidakpastian ini, pemerintah mempertimbangkan kembali
keputusannya untuk membuka lagi sekolah—sekolah. Penutupan sekolah untuk yang kesekian
kalinya tentu akan sangat merugikan bagi sektor pendidikan dikarenakan pembelajaran jarak jauh
telah mematahkan kemajuan di bidang pendidikan yang sudah berlangsung lama, tak hanya
kesempatan belajar yang hilang namun pembelajaran secara daring mampu menghapus masa
kanak—kanak dan masa remaja.
Komentar
Posting Komentar